Kisah generasi ke 4 yang melestarikan warung legendaris Bu Spoed, mempertahankan cita rasa sejak tahun 1920
PelangiQQ - Bagi pecinta warung makan khas jawa pasti sudah tidak asing lagi dengan warung makan yang satu ini.
Kisah generasi ke 4 yang melestarikan warung legendaris Bu Spoed, mempertahankan cita rasa sejak tahun 1920
![]() |
Kisah generasi ke 4 yang melestarikan warung legendaris Bu Spoed, mempertahankan cita rasa sejak tahun 1920 |
Yup, warung Bu Spoed masih tetap eksis di tengah menjamurnya warung makan modern saat ini. Warung makan ini sudah menjadi langganan masyarakat Yogyakarta dan luar kota, termasuk Sri Sultan Hamengku Buwono IX.
Legenda warung makan ini muncul sekitar tahun 1980-an. Suatu ketika, warung Bu Spoed pernah menolak permintaan Sri Sultan Hamengku Buwono IX untuk membelikan menu tahu baceed Bu Spoed. Cita rasa masakan Bu Spoed membuat Sultan mengutus orang-orang kepercayaannya untuk membeli makanan tersebut.
Namun sayangnya ditolak karena masih banyak pelanggan lain yang datang jauh-jauh ke warung Bu Spoed untuk mencicipi keistimewaan warung tersebut. Jika Sri Sultan Hamengku Buwono IX memborong, pelanggan lain yang sudah mengantri terpaksa harus pulang dengan sia-sia.
Tak ingin pelanggan lainnya kecewa, akhirnya pemilik warung Bu Spoed yang akrab disapa 'Mbah Galak' itu memutuskan menolak permintaan Sultan. Keesokan harinya, Mbah Galak meminta utusan Sultan untuk memesan terlebih dahulu agar dapat dipersiapkan.
Begitulah cerita yang tersisa dari warung makan Bu Spoed.
Hingga saat ini anak cucu Bu Spoed merasa terpanggil untuk meneruskan warung makan legendaris tersebut. Tentu saja mereka berusaha mempertahankan cita rasa yang begitu terkenal itu.
Kini warung Bu Spoed sudah diwariskan kepada generasi ke-4. Meski sudah berdiri bertahun-tahun, warung ini tetap mempertahankan cita rasa khasnya dan tekad pemiliknya untuk meneruskan perjalanan makanan tradisional Jawa ini.
Baca Juga :
Warung Bu Spoed didirikan pada tahun 1920, artinya telah bertahan 100 tahun di tengah perkembangan zaman. Warung makan Bu Spoed terletak di Jalan Ibu Ruswo No. 32, Prawirodirjan, Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta.
![]() |
Kisah generasi ke 4 yang melestarikan warung legendaris Bu Spoed, mempertahankan cita rasa sejak tahun 1920 |
Awalnya warung ini berada di pojokan Beteng Lor Wetan kemudian berpindah 100 meter ke Jalan Ibu Ruswo Nomor 32 sejak tahun 2020. Lokasi warung Bu Spoed dipindahkan karena adanya revitalisasi Benteng Keraton Yogyakarta saat itu.
“Di sebelah benteng baru, jadi karena direvitalisasi, kita pindahkan sedikit 100 meter,” kata Bu Sari, generasi penerus Bu Spoed saat ditemui pelangiqqceria, Selasa (9/7).
![]() |
Kisah generasi ke 4 yang melestarikan warung legendaris Bu Spoed, mempertahankan cita rasa sejak tahun 1920 |
Meski sudah berpindah dari lokasi semula, warung Bu Spoed tetap diminati pelanggan setianya yang ingin bernostalgia dengan cita rasa masakan rumahan. Tak heran, saat brilio.net menyambangi warung Bu Spoed, terlihat antrean panjang menunggu bukanya warung ini. Baru tiga jam dibuka, makanan di warung Bu Spoed sudah ludes terjual.
Kisah generasi ke 4 yang melestarikan warung legendaris Bu Spoed, mempertahankan cita rasa sejak tahun 1920
![]() |
Kisah generasi ke 4 yang melestarikan warung legendaris Bu Spoed, mempertahankan cita rasa sejak tahun 1920 |
Dibalik cita rasa dan kenikmatan warung Bu Spoed yang masih eksis hingga saat ini, terdapat perjuangan dan rasa panggilan dari anak cucu Ibu Harjo Sumitro (Bu Spoed) yang memutuskan untuk mewarisi warung makan tersebut. Warung ini menawarkan menu istimewa yang tidak dimiliki warung makan lainnya yaitu masakan khas jawa dengan menu utama daging sapi pedas, sambal kethok dan tempe bacem.
Nama warung Bu Spoed sendiri berasal dari nama para pelanggannya. Diketahui, para pelanggan setia warung Bu Spoed memberi nama warung Bu Harjo Sumitro dengan sebutan 'Bu Spoed'. Spoed sendiri berasal dari bahasa Belanda yang artinya cepat. Sebab, banyak orang yang mengantri dan pelayanan Ibu Harjo Sumitro dan generasi penerusnya harus cepat agar pelanggan memberikan nama itu.
![]() |
Kisah generasi ke 4 yang melestarikan warung legendaris Bu Spoed, mempertahankan cita rasa sejak tahun 1920 |
Setelah sukses berdiri selama bertahun-tahun, warung Bu Spoed dilanjutkan oleh cucu Ibu Harjo Sumitro yaitu Ibu Maryati Martono (Generasi ke-2). Saat itu, Ibu Maryati memilih melanjutkan toko Bu Spoed di usianya yang masih terbilang muda. Bukan tanpa alasan, di usianya yang ke-20, ibu Maryati harus menghidupi adik dan anak-anaknya, sehingga ia memutuskan untuk mencari nafkah melalui warung makan dan resep masakan dari neneknya, sekitar tahun 1950an hingga 2000an.
Saat itu, Ibu Maryati Martono seorang diri yang membangun usaha makanan khas Jawa dari resep turun temurun dari neneknya. Tak ingin toko Bu Spoed sepi, Bu Maryati terus berjualan hingga anak-anaknya besar dan berkeluarga sendiri.
Seiring berjalannya waktu, kondisi kesehatan Ibu Maryati semakin kurang mendukung untuk terus berjualan. Apalagi cara memasaknya masih tradisional sehingga mudah lelah. Meski begitu, Bu Maryati tetap bekerja keras dan menyajikan beragam masakan khas Jawa mulai dari daging panas, tempe bacem, sayur mayur, ayam serundeng, dan beberapa jenis menu lainnya yang dimasak sendiri oleh Maryati.
![]() |
Kisah generasi ke 4 yang melestarikan warung legendaris Bu Spoed, mempertahankan cita rasa sejak tahun 1920 |
Namun sepertinya sudah usai dan tenaga Bu Maryati terkuras habis oleh waktu. Akhirnya tidak mampu menjualnya dan meminta anaknya untuk meneruskan warung Bu Spoed kepada Bu Eli (generasi ke-3). Awalnya Bu Eli menolak melanjutkan warung Bu Spoed karena mengikuti suaminya yang merantau ke Purwakarta, Jawa Barat. Apalagi anak Bu Eli masih kecil sehingga cukup berat jika harus meneruskan perjuangan ibunya untuk mewarisi toko Bu Spoed.
“Dulu di Purwakarta, suami dan anak saya masih kecil. Ibu saya (Ibu Maryati) mengajak saya untuk melanjutkan toko dan bertanya, “Saya pulang,” kata Bu Eli, generasi ke-3 warung Bu Spoed saat ditemui. oleh pelangiqqceria pada Selasa (9/10).
“Setelah meminta izin kepada suaminya, ia diperbolehkan pulang ke Jogja dan kemudian melanjutkan ke warung Bu Spoed meski harus berada di kota yang berbeda dengan suaminya” sambungnya.
Ajaibnya, setelah memutuskan kembali ke Yogyakarta dan belajar memasak bersama ibunya, Eli mulai mengelola warung Bu Spoed pada tahun 2007. Selama beberapa tahun meneruskan warung Bu Spoed, Eli pun bernasib sama dengan Maryati yang tak mampu. lanjutkan lapak Bu Spoed karena alasan kesehatan.
Dipanggil untuk melanjutkan resep warung Bu Spoed.
Tak jauh berbeda dengan Eli yang awalnya memilih tidak melanjutkan perjalanan jauh ke warung Bu Spoed, begitu pula dengan Sari (generasi ke-4) yang tidak memilih melanjutkan perjalanan jauh ke warung Bu Spoed. Ia lebih memilih bekerja di kantor dibandingkan harus lelah memasak di dapur. Apalagi dengan cara memasak tradisional, mulai dari menumbuk bumbu menggunakan cobek dan proses memasaknya masih menggunakan kompor arang. Wajar jika Sari berubah haluan menjadi pegawai kantoran dibandingkan menjadi panas di dapur.
Tentu saja kehidupan di dapur warung Bu Spoed sangat berbeda dengan kehidupan sejuk di kantor. Wajar jika saat itu Sari tak mau melanjutkan warung legendaris Bu Spoed. Namun seiring berjalannya waktu, alam semesta seakan menarik Sari untuk dipanggil melanjutkan perjalanannya di warung Bu Spoed.
![]() |
Kisah generasi ke 4 yang melestarikan warung legendaris Bu Spoed, mempertahankan cita rasa sejak tahun 1920 |
“Kemudian beberapa waktu berlalu, saya mulai berganti-ganti pekerjaan hingga suatu hari ketika ibu saya sakit, tidak ada orang yang menggantikan masakannya. Maka dari situlah saya mulai mendapat panggilan.” "Saya rasa saya harus lanjutkan, saya mau biarkan saja seperti itu. Kakek buyut saya harusnya setenar itu, tapi generasi penerusnya belum ada. Jadi dari situ saya belajar masak," kata Sari.
Sejak tahun 2019, Sari mulai belajar memasak dari ibunya. Belajar memasak agar bisa mewarisi cita rasa masakan Bu Spoed bukanlah hal yang mudah bagi Sari. Sebab, sejak kecil ia tidak pernah diajari memasak, bahkan menggoreng telur pun tidak bisa.
Berkat semangat dan tekadnya untuk memulai usaha turun temurun ini, Sari terus mempelajari berbagai resep dan cara memasak tradisional. “Jadi, saya benar-benar memulainya dari nol dan tahun demi tahun membuat saya terus berjuang,” kata Sari antusias.
Post a Comment